Jendela yang diketuk itu
tepat pukul satu dinihari
Sehabis hujan beranjak pergi
bersama para perawat
yang sedari sore bercengkerama
Hanya suara jangkerik
Gesek ranting pokok kemboja
Jendela tertutup rapat
"Siapakah Anda, Tuan?"
Tanpa sadar
telah ada hadirmu ditepi ranjang
Tubuhu yang tak mampu menjamu
Suara menjadi parau memaku
Lampu lima watt, segelas air putih
sebuah meja kayu, tumpukan parcell
Dindingdinding ruang bisu
Dan rautmu
dingin tanpa sapa
"Tatapan anda, Tuan
laksana ujung belati dihatiku "
Dan tetap
tanpa satu patah kata
"Tidakkah anda tahu, Tuan
Sudah kubangun sebuah surau
diberanda rumah
Sudah kuraba sujud lima waktu
dengan rapal mantra tanpa jemu
Sudah kulantun ayatayat
tentang rahasia surga dan neraka
saat malam mulai membatu
Sudah kutebar cinta
untuk yatim piatu, hamba sahaya
atau mereka yang papa"
Dan jarimu
menarik tirai jendela
memandang dingin pekat malam
tak bersuara
"Jangan berpaling seperti itu, Tuan
Bukankah diluar sana
dingin masih tersisa?"
Dan tibatiba
lenganmu memaksa sukmaku
melewati jendela yang diketuk itu
Anakanak, bini, dan tetangga
menangis tersedu
dibalik sebuah keranda
Dan baru
kudengar bisikmu Tuan :
Bila ikhlas
masihkah kau hitunghitung
amalmu disaku celana ?
(yogyakarta, january 2010)
0 komentar:
Posting Komentar